"Kita bikin kesalahan cukup sekali, jangan diulang-ulang" Ucok
Metro TV yang merupakan stasiun televisi non profit alias tidak mengutamakan entertain untuk keuntungan kali ini menyediakan sinetron. Tentu saja banyak yang penasaran kenapa pada akhirnya TV yang biasa menayangkan berita baik yang bermanfaat maupun berselimut propaganda ini mau menayangkan sinetron, dan ternyata sinetron yang ditayangkanpun bukanlah sinetron yang biasa ditampilkan di stasiun televisi profit umumnya. Sinetron ini menampilkan ide baru nan fresh, terobosan ini tentunya mendobrak sistem sinetron kita yang mendewakan rating dimana rating sedikit bakal berhenti ditengah jalan rating tinggi lanjut nulis skenario buat striping hingga mencapai ratusan episode. Tim Bui adalah sinetron 13 episode yang tentunya bukan bertujuan komersil. Kejutan lain hadir ketika ada nama Garin Nugraha sebagai producer eksekutif yang menggagas ide sekaligus membiayai. Garin Nugraha adalah sutradara kondang Indonesia yang terkenal berkat film-filmnya yang berjudul puitis seperti Daun di Atasa Bantal, Puisi Tak Terkuburkan dan lainnya. Sinetron ini diproduksi Searching for Common Ground yang bekerja sama dengan SET Film, sementara itu yang dipercaya sebagai Sutradara adalah Sugeng Wahyudi.
Tim Bui menceritakan kehidupan di Lapas Lawang Betung. Bu Nina (Erly Arshyla) datang sebagai pemimpin baru Lembaga Pemasyarakatan Lawang Betung. Bu Nina menginginkan perubahan di lapas itu yang sebelumnya sangat akrab dengan kekerasan sebagai penyelesaian masalah dirubah dengan metode yang lebih manuiawi dan humanis. Pendekatan itu disambut antusias oleh Agung (Agus Kuncoro) selaku petugas sipir disitu. Namun sayangnya hal ini tidak disukai Iwan (Rio Alba) yang selama ini menggunakan metode kekerasan.
Lapas itu sedang mengalami masalah kekerasan akibat perpecahan yang dilandasi sukuisme. Disitu terdapat dua geng suku yang saling bermusuhan, yakni geng Jawa (meskipun di dalamnya ada satu orang Sunda) yang dipimpin Joko (Daffi Ariaga) dengan geng Batak yang dipimpin Togar (Richard Alino). Sempat kebingungan bagaimana menyelesaikan kasus kekerasan kedua geng itu, Agung mendapatkan ide dengan menjalankan program pembentukan tim sepakbola sebagai pemersatu mereka. Ide itu didukung oleh Bu Nina. Namun Pak Iwan yang tidak suka dengan pemimpin baru dan Agung berusaha menghancurkan tim sepakbola dengan melakukan berbagai upaya seperti provokasi dan konspirasi. Pembentukan tim sepakbola memang tidak mudah apabila ditengah orang-orang yang penuh dengan sentimen suku. Berbagai masalah muncul seperti bagaimana cemburunya geng Jawa ketika Togar ditunjuk sebagai kapten, Joko yang mencoba kabur, hingga gangguan dari Iwan.
Selain cerita sepakbola juga ada beberapa kisah selingan seperti kisah asmara anak dari Bu Nina, Sarah (Abby Galabby) dengan Eki (Boy Permana) seorang napi Sunda yang berada daam geng Jawanya Joko yang sayangnya hubungan asmara itu ditentang ibunya. Lalu ada kisah keluarga Agung yang mempunyai masalah ekonomi dimana anak laki-lakinya menuntut waktu bersama dan anak perempuannya memiliki masalah jantung. Belum lagi kisah asmara Agung dan Nina yang membuat saya geli tak karuan, what the hell ?.
Terlalu berekspetasi tinggi dengan ide baru ini justru membuat saya kecewa tak karuan. Meski ide cerita terlihat menarik tapi secara teknis banyak sekali hal-hal yang mengecewakan khususnya dari scriptwwriter. Banyak sekali adegan serta dialog yang membuat saya heran dan berkata "apa bedanya dengan dialog sinetron mainstream?". Belum lagi beberapa pemeran tidak terlalu memperbaiki keadaan dengan kemampuan improvisasi mereka. Lebih detail coba kita lihat kurang kreatifnya mereka merancang perbincangan keluarga Agung dimana pada setiap pulang kerumah selalu disambut ibunya dengan duduk di kursi, menjahit, dan dengan dialog "inget loh" yang intinya menuntut penghasilan besar untuk pengobatan sekaligus menuntut waktu kebersamaan, bagaimana bisa? kalau begitu sekalian pesugihan, waktu banyak duit ngumpul. Disini Agung terlihat sebagai petugas sipir yang bijaksana dan tegas namun ketika dirumah menjadi kepala rumah tangga yang tak memiliki wibawa. Belum lagi dialog anak lelakinya yang sinetron mainstream sekali. Belum lagi banyaknya scene yang tiba-tiba, tidak mampu menjelaskan asal-usul konflik yang jelas seperti contohnya scene penting bagaimana Iwan yang perkasa di lapas bisa segitu mudah ditangkap dengan keadaan tiba-tiba menjadi orang bodoh, lalu adegan petugas lapas yang baru sadar lapasnya punya kamera CCTV?, lalu ada rumah sakit dengan tembok terkelupas yang patut dipertanyakan kehigenisannya. Entah lah ini karena buru-buru meranccang skenario atau memang tidak serius. Sangat terlihat sekali crew tidak melakukan study kasus untuk mendalami keadaan dalam suatu adegan. Belum lagi koreografi pertandingan yang sangat terlihat skenarionya seperti kiper yang terlihat membiarkan golnya terjadi begitu saja. Sayang sekali ide brilian ini tidak mampu dieksekusi dengan baik.
Ide ini tetap saya apresiasi semoga kedepannya akan ada banyak ide-ide briliant yang tentunya akan dieksekusi dengan teknis yang lebih baik.
Ide ini tetap saya apresiasi semoga kedepannya akan ada banyak ide-ide briliant yang tentunya akan dieksekusi dengan teknis yang lebih baik.
Sebagai tambahan, sinetron ini hanyalah salah satu proyek Searcchin for Common Ground (SFCG) yang termasuk dalam proyek serial televisi The Team. Serial drama ini mengangkat isu-isu nyata yang dihadapi masyarakat melalui sepakbola sebagai pemersatu dalam menanggulangi segala hambatan dalam usaha transformasi sikap sosial dan mengenyahkan perilaku kekerasan.The Team telah mengudara, atau sedang diproduksi, di 16 negara dimana konflik-konflik berakar sepanjang Afrika hingga Asia dan Timur Tengah. Setiap serial terfokus pada karakter-karakter dari sebuah tim sepakbola fiktif (khusus dalam kasus Pakistan, tim cricket) dimana mereka harus mengesampingkan perbedaan yang ada dan bekerja sama untuk meraih sukses. SFCG juga mengadakan kegiatan outreach di masing-masing negara untuk memaksimalkan dampak program. Tim Bui merupakan The Team versi Indonesia yang diproduksi bersama SET Film.
Rating : 6.5
No comments:
Post a Comment