Film bertema cinta dengan kategori remaja alias teen romance di Indonesia saat ini sudah
banyak tercipta dari para seniman hebat di bidang perfilman Indonesia. Hanya
saja, berbicara mengenai film cinta remaja di Indonesia tak lengkap rasanya
kalau kita tidak membahas film Ada Apa Dengan Cinta? atau biasa disingkat AADC.
Pasalnya, ditengah kebobrokan perfilman Indonesia di era 90an, AADC hadir
menjadi sebuah tonggak kebangkitan serta berdirinya era baru perfilman
Indonesia di awal 2000-an. Bahkan bisa dibilang AADC merupakan pelopor
menjamurnya film remaja saat ini. Banyak yang berpendapat hadirnya film AADC
membuat perfilman Indonesia lebih berwarna dengan makin banyaknya sutradara
yang berani keluar jalur (film esek-esek)
dengan mengambil beberapa genre. Lalu sefenomenal sih film "Ada Apa Dengan
Cinta?" Ini?.
Ada Apa dengan Cinta? Di sutradarai Rudi Soedjarwo dan
diproduseri oleh duet jenius Riri Riza dan Mira Lesmana serta di distribusikan
oleh Miles Production. Film ini dirilis diberbagai Negara sperti di beberapa
Negara kawasan Asia Tenggara hingga Amerika dan Jepang. Judul lain dari film
ini adalah What’s Up With Love?
(English) dan Ganbare, Ai (Jepang).
Film ini menceritakan sosok Cinta (Dian Sastrowardoyo) dalam menghadapi
permaslahannya baik itu kisah cintanya bersama Rangga (Nicolas Saputra) ataupun
kisah persahabatan dengan geng nya yang beranggotakan Alya (Ladya Cheryl),
Karmen (Adinia Wirasti), Maura (Titi Kamal), dan Milly (Sissy Priscilla).
Berawal dari puisi berakhir pada kisah cinta. Kisah cinta
Cinta dan Rangga dimulai pada pengumuman pemenang lomba puisi di sekolah. Cinta
yang merupakan langganan juara lomba puisi dikejutkan oleh sesorang bernama
Rangga yang merupakan juara baru. Cinta yang terkejutpun mulai penasaran dengan
karya ciptaan Rangga, puisi yang ditulis Rangga dibacanya terus menerus dan
mencoba memahami makna kata-katanya. Cinta yang terkagum dengan puisi itu pun
akhirnya menjadi heran, mengapa seseorang yang berbakat sepertinya baru muncul
kali ini, kemana sajakah dia selama ini?. Cinta yang merupakan pengurus mading
bersama teman-teman gengnya mencoba untuk mewawancarai pemenang lomba puisi tersebut,
karena agenda dari mading tersebut harus menyertakan profil sang pemenang untuk
ditampilkan di mading. Disinilah cerita cinta itu terjalin.
Rangga yang mempunyai watak pendiam, penyendiri, dan juga
serius ternyata tidak pernah mendaftarkan diri untuk lomba puisi tersebut,
puisi itu justru didaftarkan oleh Pak Wardiman, satpam sekolah yang menjadi
satu-satunya teman Rangga disekolah. Sosoknya yang penyendiri membuatnya kurang
ramah terhadap orang lain. Cinta pun menjadi korban ketidakramahan Rangga.
Cinta yang mencoba mewawancarai Rangga di perpustakaan sekolah pada akhirnya
justru saling cekcok karena ketidaksediaan Rangga diwawancarai. Kesan pertama
yang tidak menyenangkan itu membuat Cinta merasa jengkel, tapi dia tertarik
dengan buku klasik yang dipegangnya dengan judul AKU karya Sjumandjaya.
Ketertarikan mereka berdua mengenai sastra lah yang menjadi dasar pembentukan chemistry pada film ini. Selanjutnya,
bumbu-bumbu cinta mulai hadir diantara mereka seiring dengan berkurangnya
ketegangan yang sempat ditimbulkan pada kesan pertama. Awal membaiknya hubungan
mereka dimulai ketika buku AKU yang terjatuh sewaktu Cinta dan Rangga kembali
bersitegang dikembalikan oleh Cinta setelah sebelumnya dibaca dan di photocopy. Meskipun masih sering bersitegang, tapi
kekaguman Cinta akan Rangga yang unik dan juga rasa simpatinya perlahan-lahan
membentuk perasaan cinta.
Sayangnya kisah cinta mereka tidak berjalan mulus karena
persahabatan Cinta. Moment Rangga selalu tidak tepat, setiap kali hubungan
Rangga dan Cinta makin dekat selalu ada permasalahan yang terjadi dengan para
sahabatnya, kesibukan Cinta pada Rangga membuat perhatian kepada para
sahabatnya berkurang. Hingga puncaknya ketika Alya yang memiliki permasalahan
korban kekerasan karena pertengaran orang tuanya mencoba bunuh diri setelah
sebelumnya meminta pertolongan kepada Cinta, hanya saja saat itu Cinta sudah
membuat janji dengan Rangga. Kejadian itu membuat Cinta shock berat dan depresi
bahkan menyalahkan semuanya pada Rangga. Hasilnya hubungan Cinta dan Rangga
makin parah, Rangga yang tidak tahu menahu urusan Cinta pun menjadi kecewa
berat. Cinta disatu sisi merasa bersalah kepada Rangga, disatu sisi wataknya
yang terlalu lebih mementingkan teman-temannya dibanding kepentingan pribadi membuatnya
bimbang. Apa yang dipilih Cinta? Persahabatan atau cinta?. Akan lebih baik
kalau tidak mengorbankan salah satunya.
Jika anda menonton film ini di era sekarang mungkin kalian
akan menganggap film ini biasa, belum lagi adegan-adegan yang sangat “pasaran”
saat ini. Tapi jangan salah, di zamannya film ini justru dianggap sesuatu yang
baru, malah film saat ini banyak yang terinspirasi akan AADC. Pada zamannya,
film ini dianggap sangat menggambarkan realitas remaja saat itu, jadi jika
dianggap biasa memang karena film ini mengangkat hal yang biasa terjadi pada
masyarakat. Mengenai adegan “pasaran”, justru AADC adalah pelopor adegan-adegan
itu seperti misalnya menempelkan jari telunjuk ke bibir lawan mainnya dan juga
adegan perpisahan dramatis di bandara.
Ada beberapa hal yang membuat film ini layak tonton dan juga
memiliki nilai lebih dibanding film teen-romance lain bahkan hingga saat ini.
Film ini tidak hanya focus pada kisah cinta layaknya film saat ini yang tidak
ada bedanya dengan FTV. Film ini sukses mengambil sudut pandang lain mengenai sisi
positif remaja seperti kesukaan Cinta dan Rangga terhadap dunia sastra,
sehingga ada informasi mengenai dunia sastra yang dapat dibagikan kepenonton.
Selain itu konflik iringan yang ada pun bisa dikatakan sebagai suatu kritik,
contohnya kasus Alya yang mengkritik para orang tua dan juga konflik ayahnya
Rangga yang menyentil pemerintah khususnya Orde Baru.
Mengenai teknis dari film ini, kemampuan sang sutradara
merakit konflik cukup baik dan terasa pas. Jika melihat zaman saat itu
dibandingkan dengan penilaian sekarang rasanya bisa dikatakan serba biasa. Sementara dari segi music, Melly Goeslow dan
Anto Hoed sukses membangun suasana dalam film bahkan soundtracknya pun melejit
ditangga lagu Indonesia. Hanya saja saya merasa ada bagian yang kurang pada
pengembangan karakter Rangga. Nicolas Saputra memang sukses memerankan tokoh
yang pendiam, dingin, penyuka sastra klasik, dan juga tidak suka terhadap
keramaian, hanya saja pengembangan karakter Rangga terhadap hadirnya sosok
Cinta serta bagaimana sosok Rangga sebenarnya belum bisa digambarkan dengan
baik oleh sang sutradara. Beda halnya dengan Cinta, Dian Sastro sukses
memerankan cewek yang cukup popular, intelek, percaya diri, dan mengagumi
sastra, mengenai pengembangan karakterpun sang sutradara berhasil menyajikan metamorfosis
karakternya, sementara masalah acting Dian Sastro meski tidak bisa dibilang
sempurna tapi cukup berhasil.
Harus diakui memang film ini merupakan salah satu masterpiece karya anak bangsa. Film ini
menurut saya memang bukanlah film terbaik negeri ini, bukan pula film kategori
remaja terbaik karena statusnya sudah digeser oleh seniman-seniman film
selanjutnya, hanya saja film ini masih bisa dikatakan sebagai film teen romance terbaik Indonesia karena
saya belum melihat ada film cinta remaja yang mempunyai lapisan konflik yang
cukup selaras untuk dipadukan dengan konflik utama seperti yang dilakukan AADC?.
Rating : 8.5
No comments:
Post a Comment