Wednesday, May 1, 2013

[Indo-Movie] Love in Perth (2010)



Film cinta remaja saat ini sudah banyak berjamuran dan sudah menjadi pilihan genre yang mainstream. Perkara mainstream ini seharusnya mampu meningkatkan kreativitas agar mampu menciptakan cerita yang diluar pakem namun berkualitas nan menakjubkan. Setelah genre ini diangkat kembali oleh AADC? (setelah sebelumnya genre ini sempat vakum dari perfilman Indonesia), genre ini mulai menjadi favorit sineas bangsa karena semakin banyaknya peminat teen-romance. “Love in Perth” hadir mengikuti arus derasnya film bergenre cinta remaja. Kota Perth diharapkan menjadi sajian yang cukup memberi warna akan kisah cinta para manusia labil. MD Enntertainment menunjuk Findo Purnomo HW untuk menggarap film ini dengan menyertakan para artis debutan yang sebelumnya sudah naik namanya melalui dunia tarik suara.


Love in Perth berkisah tentang seorang gadis Jakarta bernama Lola (Gita Gutawa) yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkannya di sekolah elit di Perth, Australia. Sejak awal mula keberangkatan di bandara hingga perjalanan di pesawat, Lola bertemu dengan lelaki yang cukup menyebalkan yang diketahui bernama Dhani (Derby Romero) dan ternyata dia merupakan siswa sekolah yang dituju Lola. Berbekal pengalaman Dhani yang lebih lama tinggal di Perth, Lola mengharapkan bantuannya untuk membimbing dia, tapi tanggapan dingin yang diberikan Dhani membuat hubungan mereka tidak harmonis. Untungnya masih ada orang Indonesia lain yang mau menolong Lola, yakni Ari (Petra Sihombing).

Kehidupan di Perth ternyata membuat Lola kaget. Kehidupan yang terlalu bebas tercermin dari teman sekamar Lola yang tidak ramah dan seenaknya sendiri, yakni Tiwi (Mihella Putri). Lola pun lama kelamaan tidak tahan dengan sikap teman sekamar yang sok bule padahal sesama orang Indonesia itu. Di sisi lain hubungannya dengan Dhani semakin membaik, akan tetapi kebaikan Lola ternyata hanya dipermainkan oleh Dhani. Dhani dan semua perbuatannya hanya untuk memanfaatkan Lola demi kesenangannya sendiri, menyebabkan Lola gagal dalam pelajaran. Lola terlalu sibuk mengurus Dhani sementara Dhani terlalu sibuk mengurus dirinya sendiri. Lola pun memutuskan menjauhi Dhani, ketika keadaan Dhani dan Lola berantakan kemudian datanglah Ari yang jatuh cinta pada Lola.

Mengecewakan, saya kembali tertipu dengan poster film. Poster yang seolah menampilkan cinta segi tiga yang special nyatanya terlalu biasa. Kisah yang ada layaknya film-film yang sudah ada dimana sang cewek menyukai sang cowok yang biasa bertengkar dengannya sementara cowok baik hati hanya mampu sebatas menjadi sahabatnya dengan memendam cinta yang bertepuk sebelah tangan. Bahkan penonton tidak dibuat bertanya-tanya sama sekali setelah Lola tidak menunjukan ketidaktertarikan pada Ari sejak awal, tidak ada yang bisa dijadikan nilai lebih dari segi alur cerita. Mudah ditebak dan membosankan, bahkan sejak film belum mencapai seperempat durasinya. Selain itu, film ini juga terlalu bergaya film teen-romance ala Disney dimana sang protagonist dipandang remeh karena status social lalu dibenci sang antagonis cewek lainnya tanpa sebab yang jelas selain rasa cemburu, Disney sekali bahkan bisa dibilang Sinetron banget.

Dari segi penokohan, karakter yang ada pun tidak konsisten, plin plan, dan tidak jelas. Entah apa yang dimiliki Lola selain pintar dan baik begitu pula karakter Dhani yang hanya terpaku pada egois dan arogan. Pengembangan karakter yang gagal dan tdak menunjukan siapa mereka. Sementara dari segi acting pun ternyata masih dibawah standar. Gita Gutawa bisa dibilang gagal berakting dalam film ini, selain itu para pemain pendukung yang ada ternyata tidak kompeten dalam berakting yang membuat film terasa aneh. Beberapa dialog bahasa Inggris pun terkesan hafalan dan terlalu formal. Entah salah siapa, penulis scenario atau pemeran itu sendiri?.

Judul yang menyertakan sebuah kota bernama Perth pun nyatanya tidak dimanfaatkan ole Findo Purnomo dengan baik. Latar tempat terlalu berfokus pada lokasi indoor yang jenuh, sesekali diluar pun ujung-ujungnya hanyalah taman. Sang sutradara tidak mampu merangkum keadaan kota Perth baik itu suasana, budaya maupun arsitektur bangunan yang ada ke dalam frame

Selain itu film ini tidak menggambarkan budaya sama sekali. Pada awalnya saya tertarik ketika bagaimana Lola mengalami shock culture dimana dia merasa ada sesuatu yang tidak biasa di tempat barunya ini dibanding tempat dimana dia hidup sebelumnya, contohnya kebebasan yang kebablasan. Namun pengalaman shock culture yang dialami Lola nyatanya dialami setelah melihat perilaku teman-temannya yang dari Indonesia, bukan orang-orang diluar budayanya. Seolah-olah sang sutradara menganggap permasalahan budaya ini remeh, mungkin banyak yang tidak menyadari, tapi melihat bagaimana Lola yang merupakan orang baru di lingkungan itu langsung mau diajak kencan setelah hanya beberapa jam akrab yang parahnya diajak oleh sesama orang Indonesia setidaknya menggambarkan bagaimana sang sutradara tidak memperhatikan sisi budaya yang berakibat rancunya karakter pemain. Lola yang digambarkan rajin sholat tiba-tiba berperilaku seperti itu dalam asmara membuat karakter menjadi tidak konsisten. Selain berefek buruk pada penokohan, pembentukan chemistry dalam film ini pun menjadi gagal, sama halnya seperti menonton film romance barat, bedanya tidak ada adegan ranjang.

Secara keseluruhan film ini hanyalah film cinta yang terlalu biasa bahkan bisa dibilang gagal. Alur cerita yang biasa serta konflik yang hanya menyoroti satu masalah saja membuat film ini tidak ada bedanya dengan cerita FTV, bedanya film ini berlatar tempat diluar negeri. Bahkan kegagalan film ini dalam menonjolkan suasana Perth dan alur yang monoton membuat FTV terlihat lebih baik.

Rating : 4

No comments:

Post a Comment